logo pengadilan tinggi jawa barat website ramah difable

KETUA MA SERAHKAN SERTIFIKAT AKREDITASI DAN PIAGAM LOMBA PTSP

14Sep

Ditulis oleh admin

Nusa Dua - Humas: Ketua Mahkamah Agung, Yang Mulia Prof. Dr. M. Hatta Ali, SH., MH. kembali menyerahkan sertifikat akreditasi penjaminan mutu (SAPM) kepada satuan-satuan kerja pengadilan yang telah melakukan assesmen internal dan eksternal di Nusa Dua, Denpasar, Senin (10/09/2018). Pada saat bersamaan, juga diserahkan piagam pemenang lomba Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) untuk 4 (empat) lingkungan peradilan yang telah diadakan beberapa waktu lalu.

Dalam sambutannya mewakili para direktur jenderal badan peradilan, Direktur Jenderal Badan Peradilan Umum, Dr. Heri Swantoro, SH., MH menyebutkan bahwa sertifikat akreditasi penjaminan mutu diberikan kepada 12 (dua belas) pengadilan di lingkungan peradilan umum, 91 pengadilan di lingkungan peradilan agama dan 8 pengadilan di lingkungan peradilan militer dan tata usaha negara dengan predikat yang bervariasi.

Kedua belas Pengadilan Negeri tersebut terdiri dari 10 (sepuluh) Pengadilan Negeri yang predikatnya naik dari predikat B (good performance) menjadi A (Excellent). “Sedangkan dua lainnya, yakni PN Medan dan PN Atambua, turun peringkat dari A (Excellent) menjadi B (Good),” ujar Heri dalam sambutannya.

 

Sementara itu, 91 (sembilan puluh satu) pengadilan di lingkungan Peradilan Agama tersebut meliputi 16 (enam belas) Pengadilan Tinggi Agama (PTA) dengan predikat A (Excellent), 64 (enam puluh empat) Pengadilan Agama (PA) dengan predikat A (excellent) dan 11 (sebelas) PA dengan predikat B (Good).

Adapun 8 (delapan) pengadilan di lingkungan peradilan militer dan tata usaha negara tersebut meliputi 4 (empat) Pengadilan Militer (Dilmil) dengan predikat A (Excellent), 1 (satu) Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PT TUN) dengan predikat A (Excellent), 1 (satu) Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) dengan predikat A (Excellent) dan 1 (Satu) PTUN dengan predikat C

Sementara itu, untuk piagam pemenang lomba Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP), lanjut Heri, diberikan kepada 6 (enam) Pengadilan Tinggi dan 26 (dua puluh enam) Pengadilan Negeri, 15 (lima belas) Pengadilan Agama, 5 (lima) Pengadilan Tata Usaha Negara, dan 5 (lima) Pengadilan Militer.

Eksistensi Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP)

Dalam sambutannya setelah menyerahkan sertifikat dan piagam, Ketua Mahkamah Agung, Yang Mulia Prof. Dr. M. Hatta Ali menjelaskan bahwa PTSP merupakan optimalisasi terhadap layanan administrasi peradilan yang diharapkan meminimalisir terjadinya penyimpangan baik dalam bentuk mal administrasi maupun perilaku-perilaku yang berpotensi mengarah ke perbuatan tercela secara etika dan hukum. “Pelayanan ini bertujuan untuk mewujudkan proses pelayanan yang cepat, mudah, transparan, terukur sesuai standar yang ditetapkan,” ujar Hatta Ali menambahkan.

Menurut Hatta Ali, PTSP dapat menjadi transformasi dalam pelayanan sektor publik, memangkas mata rantai birokrasi, dan menjadi kontribusi pengadilan dalam mendorong kemudahan berusaha (ease of doing business). Karena itu, lanjut Hatta Ali, banyak hal yang dapat diharapkan dengan adanya PTSP dalam pelayanan pengadilan.

“Sebagai sebuah transformasi, PTSP diharapkan mampu menghadirkan kinerja yang berorientasi kepada hasil dan mengurangi hambatan birokrasi serta mendorong iklim kompetisi dalam pelayanan,” ujar Hatta Ali.

Selain itu, dalam peranannya memangkas mata rantai birokrasi, PTSP diharapkan bisa mengurangi beban administratif pelayanan, membangun citra pelayanan yang lebih baik dan meningkatkan daya saing institusi.

Adapun terkait dengan kemudahan berusaha, lanjut Hatta Ali, PTSP merupakan unsur penunjang yang juga berperan agar perwujudan penyelesaian sengketa kepailitan dan penegakan kontrak selaras dengan asas cepat, murah dan berbiaya ringan. “Oleh karena itu, PTSP haruslah didorong untuk dapat juga adaptif dengan kepentingan ekonomi dari sebuah wilayah atau secara lebih luas untuk mendukung kepentingan ekonomi Negara,” pungkas Hatta Ali.

Persoalan Indeks Negara Hukum

Di bagian lain sambutannya, Ketua Mahkamah Agung menyinggung tentang Indeks Negara Hukum yang dikembangkan oleh World Justice Project. Pada tahun 2017/2018 Indonesia berada pada peringkat 63 dari 113 Negara atau mengalami penurunan sebanyak dua peringkat dari tahun sebelumnya. “Penurunan ini salah satunya disebabkan adanya penurunan dalam indeks korupsi di lembaga peradilan yang pada tahun 2016 mendapatkan nilai 0,32 menurun 4 menjadi 0,27 pada periode 2017-2018 atau menjauh dari nilai sempurna 1 sebagai nilai terkuat dalam kepatuhan terhadap hukum,” papar Ketua Mahkamah Agung.

Terjadinya penurunan indeks korupsi tersebut menurut M. Hatta Ali, menunjukkan bahwa masih ada celah yang memberikan ruang terjadinya praktik KKN dalam administrasi peradilan khususnya perilaku suap. “Praktek seperti ini disebabkan oleh berbagai faktor yang salah satunya adalah mudahnya interaksi langsung antara penyedia dan penerima layanan publik,” jelas M. Hatta Ali

Pemanfaatan teknologi informasi, menurut Hatta Ali merupakan salah satu solusi untuk menutup celah transaksi atas informasi yang seharusnya terbuka untuk publik dan layanan yang sedianya tidak memerlukan interaksi langsung antara publik dan aparatur peradilan.

“Beberapa aplikasi dan sistem yang telah dikembangkan untuk mencapai tujuan tersebut diantaranya Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP), Sistem Informasi Administrasi Perkara (SIAP) Mahkamah Agung, Direktori Putusan, e-tilang, Sistem Informasi Pengawasan Mahkamah Agung RI (SIWAS MARI), pembayaran biaya perkara Kasasi/PK/HUM menggunakan Virtual Account, serta aplikasi e-court yang baru saja di-launching pada bulan Juli 2018 di Balikpapan,” ujarnya merinci.

Perlu dievaluasi secara berkesinambungan

Atas dikembangkannya PTSP sebagai metode baru pelayanan pengadilan, Hatta Ali memberikan apresiasi atas langkah responsif dari ketiga Direktorat Jenderal Badan Peradilan yang telah menerbitkan Pedoman Standar PTSP bagi empat lingkungan peradilan di bawah Mahkamah Agung.

Ia juga berharap sistem ini terus dievaluasi dari waktu ke waktu agar senantiasa dapat dikembangkan. “saya berharap ada evaluasi secara periodik dengan melakukan assessment terhadap kekurangan-kekurangan yang ditemukan selama pelaksanaan sistem ini serta berusaha menutup celah- celah yang ada,” pungkas Hatta Ali. (Humas/Mohammad Noor/RS/foto Pepy)